Aldi74's Blog











{August 2, 2010}   Pakaian Internasional Jakarta

1742216p Dunia fashion Indonesia patut berbangga atas keberhasilan Arantxa Adi yang menjadi satu-satunya perancang yang ikut mendesain jins merek internasional, Citizens of Humanity. Arantxa Adi merupakan perancang muda yang sudah membuktikan dirinya lewat karya-karya busana wanita yang ia buat selama lebih dari 10 tahun berkarya. Tahun ini, ia kembali menunjukkan kepiawaiannya lewat karyanya yang berhasil menggaet perhatian merek jins internasional, Citizens of Humanity.

Bukan perkara mudah bagi seorang desainer lokal dari negara Indonesia untuk bisa berkiprah di brand internasional. Hal tak mudah bukan berarti mustahil. Arantxa Adi membuktikannya lewat peluncuran lini jins “Arantxa Adi for Citizens of Humanity” yang ia peragakan di ajang BRI Women’s Week 2010, Kamis, (22/04/2010) lalu di Fountain Area, Plaza Senayan, Jakarta.

Malam itu, Arantxa, yang akrab dipanggil Acong hanya mengundang teman-teman terdekatnya untuk melihat hasil rancangannya untuk Citizens of Humanity. Arantxa membuka acara dengan memeragakan beberapa koleksi terbarunya yang banyak merupakan cocktail dress dengan corak abstrak dari bahan satin. Sekuen kedua, barulah Arantxa memeragakan koleksi denimnya itu. Koleksi ini banyak menggunakan siluet skinny, bahkan cenderungjegging (jeans legging). “Untuk koleksi ini saya menggunakan 100 persen katun yang diimpor. Saya menggunakan 3 warna untuk koleksi ini, putih, hitam, dan biru. Koleksi ini bisa menggunakan 5-10 kali wash untuk mendapatkan warna yang saya mau,” terang perancang yang tahun 2008 lalu menggelar pagelaran 10 tahun berkaryanya ini kepadaKompas Female usai peragaan.

Dalam desainnya, terlihat Arantxa seakan mencoba menangkap esensi kesan tangguh, dengan paku-paku di bagian pinggang dan warna-warna yang tidak konvensional. “Arantxa Adi adalah perancang Indonesia yang eksklusif. Hasil rancangannya sangat kaya akan detail. Ini merupakan kali pertama desainer Indonesia bekerjasama dengan brandasal Amerika yang sudah mengglobal. Sangat bangga bisa memasukkan brand ini eksklusif di toko kami,” ungkap Adwiya Pascahaja, Buyer Harvey Nichols Indonesia, saat ditemui Kompas Female seusai pagelaran.

Brand Arantxa Adi for Citizens of Humanity ini hanya akan tersedia di Harvey Nichols Indonesia. Adwiya menerangkan, koleksi Arantxa ini akan terdiri dari jins (celana dan rok), juga atasan untuk pria dan wanita, sesuai pakemnya Citizens of Humanity. “Rancangan Arantxa ini akan sesuai dengan rancangan dari sana, untuk setiap koleksi, akan tersedia 10-15 style. Garis rancangnya pun tak jauh dari bikerstyle dan streetstyle, tapi tetap dengan garis utamanya yang sleekdan clean,” jelas Adwiya. Koleksi ini akan mulai tersedia mulai bulan Agustus 2010 mendatang dengan kisaran harga Rp 2.500.000 – Rp 3.500.000.



Pulau Sumba didiami oleh suku Sumba dan terbagi atas dua kabupaten, Sumba Barat dan Sumba TimurMasyarakat Sumba cukup mampu mempertahankan kebudayaan aslinya ditengah-tengah arus pengaruh asing yang telah singgah di kepulauan Nusa Tenggara Timur sejak dahulu kala. Kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba ash. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara-upacara adat, rumahrumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata.

Di Sumba Timur strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi secara nyata pada tata rias dan busananya. Dewasa ini perbedaan pada busana lebih ditunjukkan oleh tingkat kepentingan peristiwa seperti pada pesta-pesta adat, upacara-upacara perkawinan dan kematian dimana komponen-komponen busana yang dipakai adalah buatan baru. Sedangkan busana lama atau usang biasanya dipakai di rumah atau untuk bekerja sehari-hari.

Bagian terpenting dari perangkat pakaian adat Sumba terletak pada penutup badan berupa lembar-lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau untuk wanita. Dari kain-kain hinggi dan lau tersebut, yang terbuat dalam teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti dan hada terungkap berbagai perlambangan dalam konteks sosial, ekonomi serta religi suku sumba.
Busana priakain_sumba1.jpg

Sebagaimana telah disebutkan busana masyarakat Sumba dewasa mi cenderung lebih ditekankan pada tingkat kepentingan serta suasana lingkungan suatu kejadian daripada hirarki status sosial. Namun masih ada perbedaan-perbedaan kecil. Misalnya busana pria bangsawan biasanya terbuat dari kain-kain dan aksesoris yang lebih halus daripada kepunyaan rakyat jelata, tetapi komponen serta tampak keseluruhannya sama. Menilik hal-hal tersebut maka pembahasan busana pria sumba ditujukan pada pakaian tradisional yang dikenakan pada peristiwa besar, upacara, pesta-pesta dan sejenisnya. Karena pada saat-saat seperti itulah ia tampil dalam keadaan terbaiknya. Busana pria Sumba terdiri atas bagianbagian penutup kepala, penutup badan dan sejumlah penunjangnya berupa perhiasan dan senjata tajam.

Sebagai penutup badan digunakan dua lembar hinggi yaitu hinggi kombu dan hinggi kaworu. Hinggi kombu dipakai pada pinggul dan diperkuat letaknya dengan sebuah ikat pinggang kulit yang lebar. Hinggi kaworu atau terkadang juga hinggi raukadama digunakan sebagai pelengkap. Di kepala dililitkan tiara patang, sejenis penutup kepala dengan lilitan dan ikatan tertentu yang menampilkan jambul. Jambul inilah dapat diletakkan di depan, samping kiri atau samping kanan sesuai dengan maksud perlambang yang ingin dikemukakan. Jambul di depan misalnya melambangkan kebijaksanaan dan kemandirian. Hinggi dan tiara terbuat dari tenunan dalam teknik ikat dan pahikung. Khususnya yang terbuat dengan teknik pahikung disebut tiara pahudu.

Ragam-ragam hias yang terdapat pada hinggi dan tiara terutama berkaitan dengan alam lingkungan mahluk hidup seperti abstraksi manusia (tengkorak), udang, ayam, ular, naga, buaya, kuda, ikan, penyu, cumi-cumi, rusa, burung, kerbau sampai dengan corak-corak yang dipengaruhi oleh kebudayaan asing (Cina dan Belanda) yakni naga, bendera tiga warna, mahkota dan singa. Kesemuanya memiliki arti serta perlambang yang berangkat dari mitologi, alam pikiran serta kepercayaan mendalam terhadap marapu. Warna hinggi juga mencerminkan nilai estetis dan status sosial. Hinggi terbaik adalah hinggi kombu kemudian hinggi kawaru lalu hinggi raukadana dan terakhir adalah hinggi panda paingu.

Selanjutnya busana pria Sumba dilengkapi dengan sebilah kabiala yang disisipkan pada sebelah kiri ikat pinggang. Sedangkan pergelangan tangan kiri dipakai kanatar dan mutisalak. Secara tradisional busana pria tidak menggunakan alas kaki, namun dewasa ini perlengkapan tersebut semakin banyak digunakan khususnya didearah perkotaan. Kabiala adalah lambang kejantanan, muti salak menyatakan kemampuan ekonomi serta tingkat sosial. Demikian pula halnya perhiasan-perhiasan lainnya. Secara menyeluruh hiasan dan penunjang busana ini merupakan simbol kearifan, keperkasaan serta budi baik seseorang.

Busana Adat Wanita

Pakaian pesta dan upacara wanita Sumba Timur selalu melibatkan pilihan beberapa kain yang diberi nama sesuai dengan teknik pembuatannya seperti lau kaworu, lau pahudu, lau mutikau dan lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut dikenakan sebagai sarung setinggi dada (lau pahudu kiku) dengan bagian bahu tertutup taba huku yang sewarna dengan sarung.

Di kepala terikat tiara berwarna polos yang dilengkapi dengan hiduhai atau hai kara. Pada dahi disematkan perhiasan logam (emas atau sepuhan) yaitu maraga, sedangkan di telinga tergantung mamuli perhiasan berupa kalung-kalung keemasan juga digunakan pada sekitar leher, menjurai ke bagian dada.



{August 2, 2010}   Pakaian tradisional Aceh

Peta budaya Aceh Barat adalah wilayah pesisir bagian barat propinsi Aceh yang dewasa ini meliputi 2 kabupaten luas yakni Aceh Barat dan Aceh Selatan. Dua kota yang berkembang di daerah tersebut adalah Tapaktuan, ibukota Aceh Selatan dan Meulaboh ibukota Aceh Barat. Meulaboh, dimasa lalu menjadi bandar yang cukup ramai didatangi oleh para niagawan manca negara. Mereka membawa serta aneka keterampilan serta kebiasaan yang memperkaya budaya setempat sehingga tampil sebagaimana dewasa ini dikenal dengan gaya Aceh Barat. Oleh karena itu masyarakat Aceh Barat (dan Selatan) memiliki ciri tersendiri dalam ungkapan budayanya dibandingkan dengan kawasan Aceh lainnya. Sementara itu produk-produk asli yang merupakan bagian utama dari ungkapan budaya masyarakat tampak pada ukiran kayu, pembuatan senjata tajam, seni kerajinan sulam benang emas, sulam perca dan tenunan sutra.
Meulaboh dan daerah-daerah sekitarnya seperti Bubon dan Lamnau merupakan pusat-pusat kerajinan sulaman yang amat terkemuka untuk baju adat perkawinan dan terkenal dengan sebutan bajee cop meulaboh.

Detail kopiah mukeutop Aceh Besar dan pinggir krah boy meukasah yang dihiasi dengan corak sulaman emas. Detail hiasan-hiasan dada, pinggang dan tangan pada busana wanita, upacara adat Aceh Besar yang terdiri atas kaluny bahru (leher). taloesusun Ihee (dada) dan taloe keuing (pinggang). Pergelangan tangan dihias oleh yleung pucok reubany (gelang pucuk rebung).

Sebagaimana dengan daerah-daerah Aceh lainnya, masyarakat serta adat Aceh Barat berangkat dari ketaatan yang kuat pada agama Islam. Peranan agama Islam membentuk kebudayaan Aceh Barat sebagai kebudayaan Islam ditengah-tengah perbaurannya dengan pengaruh-pengaruh luar dan pada gilirannya menjadi agama dan budaya semua kelompok yang ada disitu.

Jenis-jenis pakaian adat Aceh Barat
Pada masa larnpau pelapisan status sosial yang ada di masyarakat menyebabkan busana-busana adat Aceh Barat tampil dalam beberapa variasi yaitu pakaian :

1. Ulee Balang untuk raja beserta keluarganya
2. Ulee Balang Cut dan Ulama
3. Patut-patut (pejabat negara), tokoh masyarakat clan cerdik pandai
4. Rakyat jelata

Dimasa kini walaupun masih ada aspresiasi dari masyarakat , khususnya terhadap para pemegang gelar kebangsawanan atau jabatan masa lalu, pelapisan sosial berikut- tatabusananya sudah amat jarang ditemui. Busana yang menonjol dewasa ini adalah yang dikenakan pada upacara adat perkawinan, khususnya akibat munculnya kembali apresiasi terhadap budaya ash daerah akhir­akhir ini.

Busana adat perkawinan – Linto Baro
Linto Baro, mempelai pria mengenakan perangkat busana yang pada hakekatnya terdiri.dari tutup kepala, baju, celana, kain sarung,­senjata, sepatu clan hiasan-hiasan aksesoris lain.
Tutup kepala adalah meukutop dililit oleh tengkulok clan tompok dari emas. Tangkulok terbuat dari kain tenunan, sedangkan tampok (tampuk) berupa hiasan berbentuk binatang persegi 8, bertingkat clan terbuat dari logam mulia atau sepuhannya.

Baju, atau dalam bahasa daerah baje, berupa jas terbuka berkancing dua, disebut baje kot dengan hiasan-hiasan kecemasan pada krah yakni sulu bayung. Disaku baju disematkan rantai emas berujung arloji. Dibagian dalam baju dikenakan kemeja tangan panjang berwarna putih. Gaya baje lainnya adalah berbentuk jas tutup berkancing lima. Hiasan sulu bayung tersemat di dada membentuk huruf v, lengkap dengan rantai arloji. Gaya baje ini tidak berbaju dalam putih sebagaimana pada baje jas terbuka.
Celana dalam bahasa daerah disebut siluweue, berbentuk runcing kebawah, terbuat dari kain wol serupa dengan baju (jas). Sarung, istilah daerahnya adalah ija krong, terbuat dari sutera dalam teknik songket, umumnya dengan warna dasar gelap.
Senjata yang disandang adalah rencong atau siwah berkepala emas atau perak yang berukir clan bertahtakan permata.

Sepatu, berwarna hitam sedangkan aneka aksesoris terbuat dari emas antara lain talo takue, sejenis kalung pada leher.

Perhiasan pada bagian kepala meliputi sunting-­sunting keemasan yang amat dekoratif clan terdiri atas berbagai bentuk flora yang disebut culok. Culok Dara Baro, mempelai wanita, memakai perangkat busana yang lebih rumit dari mempelai pria, mulai dari berbagai perhiasan kepala, baju, celana, kain sarung, selendang, tali pinggang serta aksesoris­aksesoris lainnya pada leher dan jari ini memiliki namanya masing-masing seperti culok ok bungong, got-got, bungong sunting clan sisir. Selain itu ada juga hiasan bunga-bungaan asli, bungong pekan, seperti bungan jeumpa, bungong seulango clan sebagainya. Pada telinga terpasang subang­subang besar yang bertatahkan permata subang meukundam walaupun dewasa ini sudah amat jarang dipakai dan diganti dengan kerabu.

Dahi dihiasi phatam doi, berbentuk mahkota melingkar dari kiri kekanan terbuat dari emas berukir.
Baju terbuat dari kain bermutu, biasanya sutera, berlengan panjang dalam pilihan warna kuning, merah, hijau atau lembayung. Warna kuning biasanya dikenakan oleh keturunan bangsawan. Kancing baju terbuat dari emas atau perak, terletak pada lengan clan bagian dada. Kalung tergantung pada leher yaitu talo taku boh aron, talo gulee clan lain-lainnya, terbuat dari emas. Selain itu terdapat pula simplah,sejenis perhiasan berbentuk bintang yang terangkai oleh rantai dan digantung pada kedua pundak dalam posisi tersilang didada dan kebelakang. Celana terbuat dari sutera, berwarna hitam atau lembayung tidak serupa dengan warna baju. Istilah Aceh Barat untuk celana ini adalah siluweue meutunyong, berbentuk lurus dengan sulaman terbuat dari kain berwarna merah.

Kain sarung yang dipakai ada kain ija plang dan ija lunggi, yang dililit di luar baju dari pinggang sampai sejengkal di atas ujung celana sehingga hiasan pada celana masih tampak. Tali pinggang, sebagai pengikat kain sarung disebut talo kiing mue ulee terbuat dari emas atau perak.

Hiasan pada lengan dan dahi adalah gelang meupeuta, pucok, puta awe, berbentuk bulat, dari emas, perak atau suasa. Sedang jari-jemari tangan dihiasi cincin emas berbagai jenis bertatahkan intan berlian.

BUSANA ADAT GAYO

Wilayah “asal” sukubangsa Gayo terletak di bagian tengah daerah propinsi Daerah Istimewa Aceh. Mereka pendukung suatu kebudayaan yakni kebudayaan Gayo. Kebudayaan ini masih bisa dilihat dalam tiga variasi, yakni variasi kebudayaan Gayo Lut, Gayo Deret (Gayo Luwes), dan Gayo Serbejadi. Dewasa ini jumlah keseluruhan pendukung kebudayaan ini diperkirakan sekitar 300 ribu jiwa.

Di masa silam orang Gayo pernah mengenal bahasan busana dari kulit kayu nanit, hasil tenunan sendiri dari bahan kapas, dan bahan kain yang didatangkan dari luar daerah Gayo. Periode pemakaian nanit sudah jauh dari ingatan orang sekarang, yang konon dipakai pada masa-masa sulit di zaman kolonial Belanda atau masa sebelumnya. Kegiatan bertenun pun sudah lama tak tampak dalam kehidupan mereka, kecuali pada masa pendudukan balatentara Jepang di mana kehidupan serba sulit. Busana yang diperkenalkan di sini dibatasi pada busana sub kelompok Gayo Lut yang berdiam di Kabupaten Aceh Tengah. Uraian tentang busana atau pakaian ini termasuk unsur perhiasan atau assesorisnya yang dikenakan dalam rangka upacara perkawinan, karena di luar upacara itu tidak tampak . adanya ciri busana khas Gayo, lebih-lebih pada zaman masa belakangan ini.

Unsur-unsur pakaian pengantin wanita adalah baju, kain sarung pawak, dan ikat pinggang ketawak. Unsur-unsur perhiasan adalah mahkota sunting, sanggul sempol gampang, cemara, lelayang yang menggantung di bawah sanggul, ilung-ilung, anting-anting subang gener clan subang ilang, yang semuanya itu ada di seputar kepala. Di bagian leher tergantung kalung tangang terbuat dari perak atau uang perak tangang ringit dan tangang birah-mani; clan belgong yang merupakan untaian manik-manik. Kedua lengan sampai ujung jari dihiasi dengan bermacam-macam gelang seperti ikel, gelang iok, gelang puntu, gelang berapit, gelang bulet, gelang beramur, topong, dan beberapa macam cincin sensim belah keramil, sensim genta, sensim patah paku, sensim belilit, sensim keselan, sensim ku I. Bagian pinggang selain ikat pinggang dari kain ketawak, masih ada tali pinggang berupa rantai genit rante; clan di bagian pergelangan kaki ada gelang kaki. Unsur busana lain yang sangat penting adalah upuh ulen-ulen selendang dengan ukuran relatif lebar.



{July 30, 2010}   Pakaian Tradisional Bali

Kemben merupakan jenis pakaian, berupa kain pembalut tubuh, yang menjadi bentuk dan model dasar busana tradisional Bali, baik untuk pria maupun wanita, dari segala jenis usia, maupun dari kasta manapun mereka berasal. Bagi wanita Bali, kemben bukanlah penutup dada, tetapi lebih berfungsi sebagai penyangga payudara, sehingga keindahan bentuknya tetap terjaga. Pada masa lalu, bepergian ataupun beraktivitas tanpa penutup dada pada masyarakat Bali, termasuk kaum wanitanya adalah hal yang biasa. Meskipun demikian pada situasi-situasi tertentu mereka acap menggunakan kancrik atau tengkuluk sebagai anteng penutup dada.

Kancrik adalah sehelai selendang yang berfungsi sebagai penutup tubuh atau saput, yang terkadang digunakan untuk menjunjung beban sekaligus melindungi wajah dari sinar matahari. Kancrik juga digunakan sebagai tengkuluk, yaitu tutup kepala wanita Bali yang juga berfungsi sebagai alas penjunjung beban – selain kegunaannya sebagai alat untuk menahan rambut agar tetap rapi. Sementara anteng adalah selembar kain atau kancrik yang berfungsi sebagai penutup buah dada. Kemben, sabuk, saput dan anteng, serta tengkuluk untuk kepala merupakan pakaian wanita Bali dalam keseharian. Pakaian untuk pria secara lengkap adalah destar, saput dan kemben.

Kebiasaan bertelanjang dada pada masyarakat Bali adalah tradisi yang telah berlangsung turun temurun selama ratusan tahun. Namun, meskipun dimasa lalu perangkat busana Bali lazimnya tanpa baju, masyarakat Bali mengenal dengan baik kebiasaan mengenakan baju. Kaum wanitanya sering mengenakan kebaya. Untuk kebaya berlengan panjang hingga pergelangan tangan, mereka sebut potongan Jawa, sementara yang berlengan longgar sampai di bawah siku, disebut potongan Bali. Kebaya ini umumnya terbuat dari bahan yang dibeli di pasar, meskipun ada juga yang khusus menenunnya.

Budaya memakai baju ini tumbuh dan hidup umumnya pada lingkungan masyarakat yang telah mendapat pengaruh dari luar. Menurut sejarah, pemerintah Belanda lah yang memperkenalkannya. Demikian pula pada kaum pria, pemakaian baju dimulai oleh para ambtenaar, atau pegawai pada masa pemerintahaan Belanda. Jas tutup dan kemeja biasa digunakan. Kain batik sebagai kemben dan destar adalah pelengkapnya.

Kain-kain yang digunakan sebagai bagian dari busana Bali terdiri dari beragam jenis. Songket, perada, endek, batik dan sutra adalah beberapa di antaranya. Kain geringsing merupakan salah satu yang terkenal karena keindahan dan keunikannya.

Selain cara menenun dan proses pemintalan benangnya yang cukup memerlukan kesabaran dan ketelitian, proses pewarnaan kain geringsing sangat menentukan kualitas dan keindahannya. Umumnya kain geringsing memiliki tiga warna dasar, yaitu putih susu atau kuning muda, hitam dan merah. Berdasarkan warna, geringsing dapat dibedakan menjadi geringsing selem (geringsing hitam) dan geringsing barak (geringsing merah). Pada geringsing selem warna merah tampak pada bagian ujung geringsing saja. Warna hitam dan putih saja yang tampak pada bagian geringsing ini, sedangkan warna merah tidak terlihat. Adapun pada geringsingan barak atau geringsing merah, tampak tiga warna dominan, yaitu kuning muda, merah dan hitam. Warna-warna ini juga muncul pada pinggiran kain. Selain warna, kain geringsing, yang memiliki ciri keistimewaan pada teknik tenun dobel ikatnya ini, juga dibedakan menurut ukurannya. Geringsing dengan ukuran yang paling besar disebut geringsingan perangdasa. Pola ragam hiasnya pun tampak lebih lebar, karena proses pengikatannya yang berjarak lebih longgar. Geringsing berukuran menengah disebut geringsing wayang, sementara yang lebih kecil adalah geringsingan patlikur. Geringsing sabuk, anteng dan cawat adalah geringsing dengan ukuran paling kecil.

Morif geringsing cukup banyak ragamnya. Sebagian besar inspirasinya diperoleh dari dunia flora dan fauna. Beberapa motif geringsing adalah motif wayang, wayang putri, lubeng, cecepakan, kebo, patlikur, cemplong, dan sebagainya. Motif ragam hias kain geringsing dari Tenganan Pageringsingan menampakan pengaruh unsur-unsur ragam hias dari kebudayaan asing, seperti India (patola), Cina, Mesir yang berasimilasi dengan pengaruh Hindu yang kuat, namun tetap berpadu dengan nilai-nilai budaya Indonesia asli. Secara keseluruhan, kain geringsing merupakan perwujudan dari kebudayaan Bali yang memiliki unsur keindahan seni yang tinggi dan terkesan mewah.

Pada saat melakukan suatu upacara seperti potong gigi atau pernikahan, masyarakat biasanya mengenakan kain tenunan Bali tradisional sebagai busana lengkap dari bahan songket dan peperadan. Bagi kaum pria, busana tersebut terdiri dari udeng atau destar sebagai ikat kepala, saput atau kapuh dan kemben atau wastra. Untuk menahan kapuh, di ujungnya diikatkan secarik kain panjang sejenis selendang, yang disebut umpal. Umpal geringsing adalah yang paling dikagumi. Wanitanya memakai kemben songket, sabuk prada yang membelit dari pinggul sampai dada dan selendang songket untuk menutup tubuh, dari bahu ke bawah. di balik kemben, dikenakan selembar penuh tapih atau sinjang dari sutra berornamen penuh peperadaan mengurai ke luar melewati kemben. Berdasarkan corak busana yang dipakai, dapat diketahui status sosial dan ekonomi seseorang.

Dalam upacara perkawinan, masyarakat Bali mengenal adanya tiga jenis busana dan tata rias pengantin, yaitu nista, madya, dan utama atau yang juga dikenal dengan payes agung. Untuk tata rias wajah tubuh dan kaki, tidak ada perbedaan yang menyolok. Sementara dalam tata busana, perbedaan terletak pada bahan yang digunakan. Untuk tingkat utama, seluruh busana dibuat dari bahan perada.

Perhiasan yang dikenalkan oleh sepasang pengantin payes agunglah yang tampak jelas membedakan dengan tata rias dan busana tingkat nista maupun madya. Perhiasan tingkat ini utama ini memang memperlihatkan suatu kekhususan. Gelung kucir, yaitu sanggul tambahan berbentuk bulat melingkar dan terbuat dari ijuk menjadi salah satu pembeda. Dalam mapusungan (pembuatan sanggul), penggunaan gelung kuncir ini berfungsi sebagai penambahan hiasan. Gelung biasanya dihias dengan bunga-bungaan, seperti kenanga, cempaka putih, cempaka kuning dan mawar. Sementara itu, untuk hiasan kepala atau petitis, tidak digunakan lagi bunga-bunga hidup, melainkan bunga-bunga yang terbuat dari emas.

Pelengkap petitis yaitu tajug dan perhiasan lain seperti subeng cerorot, gelang kana untuk lengan atas dan badong untuk leher semuanya terbuat dari emas demikian pula sepasang gelang naga satru, bebekeng atau pending, serta cincin.



Sejak tanggal 3 Agustus 2009 lalu Puteri Indonesia 2008, Zivanna Letisha Siregar, terbang menuju Nassau, Kepulauan Bahama. Dengan menumpang maskapai EVA Air, Zizi, sapaan akrab Zivanna, akan berada di kepulauan yang dijuluki Atlantis Paradise Island itu selama lebihkurang 3 minggu sejak ia tiba di sana, dalam rangka mengikuti karantina Pemilihan Miss Universe Pageant 2009.

Teman satu kamar Zizi selama berada di sana adalah MissVietnam Hoa Hau Hoan, yang selain teman sekamar juga merupakan rival Zizi dalam polling di website resmi Miss Universe. Tapi Zizi mengaku merasa dekat dan bersahabat baik dengan Miss Japan.

Dalam 3 hari pertama, aktivitas yang dilakukan Zizi adalah fitting busana-busana dari sponsor dan juga pemotretan untuk kebutuhan website dan juga bukuKatalog Miss Univese Organization. Sesi foto dilakukan oleh Mr Fadilyang merupakan fotografer resmi dari Miss Universe Organization. Busana yang digunakan untuk pemotretan ini antara lain adalah gaun malam dan swimsuit.

Setelah sesi pemotretan, Zizi juga mengikuti sesi interview untuk keperluan website, di mana hasil interview ini bisa dilihat oleh semua orang di seluruh dunia di website resmi miss Universe. Beberapa pertanyaan yang diajukan Miss Universe Organizationp ada Zizi dalam interview tersebut adalah :

Tell us something interesting about your country that people might be not know?

Zizi:”I hope you all know that my country is the biggest archipelago countryin the world, so we are surrender by oceans and we have more than17.000 islands. And that is fantastic for me and for everyone else.”

What is your fear about being at the Miss Universe Pageant?

Zizi: “My biggest fear is I don’t want to go home that’s my biggest fear, because it’s very fun and exciting here.”

What would be your 3 wishes?

Zizi:”I would like to travel around the world. I would be anything I want tobe. And the last one please give me 3 more wishes, please.”

Kegiatan resmi pertama para peserta Miss Universe Pageant ini adalah kunjungan National Art Museum. Dalam kesempatan ini Zizi menggunakan busana batik berwarna hijau dari Allure Batik. Menurut Zizi dia sengaja memilih Batik karena Batik merupakan bagian dari Indonesia Art. 



{July 30, 2010}   Pakaian Adat Sulawesi

Malabbiri memang tongngi
Tulolona Sulawesi
Mabbaji ampe mabbaji ampe
Alusu’ ri pangadakang

Tulolona Sulawesi..
Tulolona Sulawesi..

Malabbiri memang tongngi
Tulolona sulawesi
Mabbaju bodo mabbaju bodo
Nakingking lipa’ sabbena..

[Lagu daerah Sulawesi Selatan : Tulolona Sulawesi]

Sepenggal lirik lagu yang menggambarkan seorang dara mengenakan baju bodo dan lipa’ sabbe.

Baju bodo adalah baju adat Bugis-Makassar yang dikenakan oleh perempuan. Sedangkan Lipa’ sabbe adalah sarung sutra, biasanya bercorak kotak dan dipakai sebagai bawahan baju bodo.

Konon dahulu kala, ada peraturan mengenai pemakaian baju bodo. Masing-masing warna manunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya.
1. Warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun.
2. Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun.
3. Warna merah darah untuk 17-25 tahun.
4. Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun.
5. Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan
6. Warna ungu dipakai oleh para janda.

Selain peraturan pemakaian baju bodo itu, dahulu juga masih sering didapati perempuan Bugis-Makassar yang mengenakan Baju Bodo sebagai pakaian pesta, misalnya pada pesta pernikahan. Akan tetapi saat ini, baju adat ini sudah semakin terkikis oleh perubahan zaman. Baju bodo kini terpinggirkan, digantikan oleh kebaya modern, gaun malam yang katanya modis, atau busana-busana yang lebih simpel dan mengikuti trend.

Walau dengan keterpinggirannya, Baju bodo kini tetap dikenakan oleh mempelai perempuan dalam resepsi pernikahan ataupun akad nikah. Begitu pula untuk passappi’-nya (Pendamping mempelai, biasanya anak-anak). Juga digunakan oleh pagar ayu. (dari berbagai sumber)



datuak.jpgPakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat.
Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain.
Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian kebesaran.

Pakaian Penghulu
datuak.jpgPakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari
1. Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya.
Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun).
Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan.
Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

2. Baju
Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis).
Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

3. Sarawa
Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran).
Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang berpatutan.

4. Sasampiang (Sesamping)
Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian diatas kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin diatas yang benar.
Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

5. Cawek (Ikat Pinggang)
Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah.
Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai.
Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung.
Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

6. Sandang
Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.

7. Keris
Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya.
Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.

8. Tungkek (Tongkat)
Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo.
Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang
bundokanduang.jpgLambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun demikian pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.

1. Baju Batabue (baju bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.

2. Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

3. Tingkuluak (tengkuluk)
Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.

4. Lambak atau Sarung
Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.

5. Salempang
Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan tanggungjwab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

6. Dukuah (kalung)
Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.

7. Galang (Gelang)
Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini.
Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan batas kemampuan.
Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago, galang basa”.

8. Palaminan
Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.



{July 28, 2010}   Makna Pakaian Adat jawa

jawa

Pakaian  adat Jawa biasa disebut dengan busana kejawen mempunyai perlambang tertentu bagi orang Jawa. Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi (ajaran tersamar) kaya akan ajaran Jawa.
Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta segalanya.
Pakaian adat yang dikenakan pada bagian kepala adalah, seperti iket, udheng : dibagian tubuh ada rasukan (baju): jarik sabuk, epek, timang dibagian belakang tubuh yakni keris dan dikenakan dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela.
Penutup Kepala
Untuk bagian kepala biasanya orang Jawa kuna (tradisional) mengenakan “iket” yaitu ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Hampir sama penggunaannya yaitu udheng juga, dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan fungsinya sama.
Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham. Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional.
Busana kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik itu adalah agar orang (jawa) dalam melakukan semua tindakannya apapun selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat.
Apapun yang akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat, menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan. Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut adalah bahwa harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk itulah manusia harus ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk (impas/tidak ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.
Epek bagi orang jawa mengandung arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek (apek, golek, mencari) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun, teliti dan cermat sehingga dapat memahami dengan jelas. Timang bermakna bahwa apabila ilmu yang didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa samang (khawatir) samang asal dari kata timang. Jarik atau sinjang merupakan kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki. Jarik bermakna aja gampang serik (jangan mudah iri terhadap orang lain). Menanggapi setiap masalah harus hati-hati, tidak grusa-grusu (emosional).
Wiru Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa.
Wiru atau wiron (rimple) diperoleh dengan cara melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis. Bebed adalah kain (jarik) yang dikenakan oleh laki-laki seperti halnya pada perempuan, bebed artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan ” tumindak nggubed ing rina wengi ” (bekerja sepanjang hari)
Canela mempunyai arti “Canthelna jroning nala” (peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya Cripu, Selop, atau sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud atau manembah di kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Curiga lan Warangka
Curiga atau keris berujud wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya. Curiga dikenakan di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Yatu Allah Yang Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti. Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk ngungkurake godhaning setan yang senantiasa mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.



et cetera